Pekan Ini, Jaksa Periksa Sejumlah Saksi Proyek Kakao

Written By Ambononline.com on Selasa, 27 September 2011 | 09.39

Ambon - Pekan ini, tim penyidik Kejaksaan Tinggi (kejati) akan kembali melanjutkan pemeriksaan sejumlah saksi terkait dugaan korupsi dalam proyek bibit kakao Dinas Pertanian (Distan) Maluku tahun 2010.
Hal ini diungkapkan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Maluku, M Natsir Hamzah kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (24/9).
Aspidsus menjelaskan, pemerikaan saksi masih dilakukan, dan belum selesai, sehingga akan dilanjutkan pekan ini. “Untuk kasus korupsi Kakao masih jalan. Kita masih lakukan pemeriksaan lanjutan, karena masih belum selesai,” jelasnya.
Namun Aspidsus tak menyebutkan saksi-saksi yang akan diperiksa, dengan alasan kasus masih dalam penyidikan.
Sebelumnya, penyidik Kejati Maluku selama dua hari Selasa (20/9) dan Rabu (21/9) telah memeriksa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek bibit kakao Dinas Pertanian (Distan) Maluku tahun 2010, Lambert Hahuat.
Hahuat diperiksa terkait dugaan korupsi dalam proyek yang didanai APBN senilai Rp 2.349.360.000,- itu.
Untuk diketahui, proyek bibit kakao Distan Maluku tahun 2010, dalam pelaksanaannya merugikan negara mencapai Rp 1 Milyar lebih.  Bagaimana tidak, proyek yang didanai APBN senilai Rp 2.349.360.000,- itu sebagian besar fiktif.
Proyek ini diperuntukan bagi Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) dan Kabupaten Buru, dengan bibit kakao yang harus disalurkan sebanyak 300 ribu, di mana masing-masing kabupaten memperoleh 100 bibit.
Namun informasi yang diperoleh Siwalima, Senin (15/6), kenyataannya tidak demikian. Kabupaten SBB hanya mendapat 30.400 bibit, Kabupaten Malteng 17.500 bibit, dan Kabupaten Buru menerima 20.969 bibit. Dengan demikian, jumlah bibit yang tersalur hanya 68.869. Sisanya 231.131 bibit fiktif.
68.869 bibit yang disalurkan itu pun, diduga tidak memenuhi spesifikasi yang sebenarnya. “Ini juga diduga tidak sesuai. Anakan yang harus diterima petani itu yang memiliki lima daun masing-masing anakan, tetapi nyatanya yang diberikan sebagian besar hanya yang memiliki tiga daun,” ungkap sumber.
Harga bibit kakao yang ditetapkan Rp 4.750 per bibit. Jika Rp 4.750 x 231.131 bibit yang fiktif, maka negara mengalami kerugian sebesar Rp 1.097.872.250,-.
Proyek yang dibiayai ini dikerjakan oleh kontraktor bernama Hock, dengan menggunakan bendera CV. Malra Bina Karya dengan direktur Obeth D Dasmasela.
Penyidik Kejati Maluku, dalam waktu dekat akan menetapkan tersangka dalam kasus ini. “Kalau calon tersangka sudah, tinggal penyidikan dan penetapan tersangka saja,” ungkap sumber.
Selain proyek kakao tahun 2010, penyidik juga sementara menyelidiki proyek yang sama tahun 2009 senilai Rp 12 milyar, yang dibiayai dengan APBN, yang diperuntukkan bagi Kabupaten Buru dan SBT.
Proyek ini ditangani CV. Indotek Multi di Jember. Perusahaan ini harus menyalurkan 1.600 bibit kakao, namun ternyata, tidak dilakukan dan kasus ini sementara dalam tahap penyelidikan. (S-27)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berita Lain