13 Pegawai Dikpora Dihadirkan Sebagai Saksi

Written By Ambononline.com on Kamis, 29 September 2011 | 21.07

Masohi - Untuk membuktikan dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) tahun 2007 sebesar Rp 18,5 milyar, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 13 saksi dari Pegawai Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) kabupaten setempat dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Masohi, Rabu (28/9) dengan terdakwa, Najib Pelupessy dan Ratna Susilawati.
Sidang tersebut dipimpin majelis hakim yang diketuai Djamaludin Ismail didampingi dua hakim anggota, Ch. Tetelepta dan Khadijah A. Rumalean,. Bertinda sebagai JPU, Victor Mailoa dan Milliam Marantika, sedangkan kedua terdakwa didampingi penasihat hukum, Danny Nirahua.
13 saksi yang dihadirkan, yaitu mantan bendahara Dikpora Malteng, P. Lokollo, La Aciu, Usman Djamsayang yang menjabat sebagai sekretaris dinas Dikpora, Elisabet Hukom, R. Herodia, S. Sopacuapelu, Nurlaila Hatapayo, M. Hohelo, E. Hohelo, M. Halatukilang, Sefnat Halatukilang, D. Tahapary dan Semuel.
Ketua majelis hakim sebelum memberikan pertanyaan kepada para saksi mengingatkan mereka untuk memberikan keterangan bukan berdasarkan analisa tetapi berdasarkan atas hokum.
Para saksi ini mengaku mengenal dengan kedua terdakwa dan diperiksa dalam kasus DAK Pendidikan Dikpora Malteng, bahkan dalam pemeriksaan di pihak penyidik kejaksaan tidak ada unsur paksaan, tekanan serta rekayasa.
Ketika majelis hakim menanyakan soal anggaran DAK Pendidikan tahun 2007 tersebut, para saksi mengaku tidak mengetahuinya. Mereka hanya mengetahui ada pekerjaan fisik saja.
Menurut para saksi, mereka hanya bertugas untuk melakukan monitoring semua pelaksanaan pekerjaan fisik di sekolah-sekolah penerima DAK tahun 2007 tersebut.
Para saksi juga mengaku, dalam tugas monitoring tersebut tidak ada diantara mereka yang diangkat sebagai ketua, tetapi masing-masing mereka bertugas sesuai dengan tugas yang diberikan dalam memonitoring penyaluran anggaran dan pelaksanaan pekerjaan fisik.
Dikatakan, yang bertindak sebagai kuasa pengguna anggaran atau KPA dalam proyek DAK bidang pendidikan Dikpora Malteng adalah terdakwa Najib Pelupessy yang saat itu sebagai kepada dinas.
Ketika mejelis hakim menanyakan soal tugas monitoring tersebut, saksi Usman Djamsa mengaku tidak melakukan monitoring, sementara yang lainnya mengaku, hanya mengambil Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dan tidak melakukan monitoring sedangkan sebagian kecil dari mereka saja yang melakukan monitoring.
“Kami bertugas melakukan monitoring, kami hanya ambil SPPD saja tetapi tidak lakukan monitoring, “ungkap beberapa saksi dengan jujur kepada majelis hakim.
Sementara itu terdakwa Ratna Susilawati dalam persidangan mengaku, mengambil SPPD senilai Rp 1 juta. Tindakan ini dilakukan karena dia melihat juga teman-teman pegawainya yang mendapatkan tugas monitoring juga mengambil.
Saksi lainnya, P Lokollo dalam keterangannya mengaku, dana tersebut dikerjakan secara swakelola, di mana anggarannya langsung ditransfer ke rekening sekolah dan anggaran itu tidak ada pemotongan pajak baik untuk Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPn).
Lokollo mengaku, jika pekerjaan fisik yang dikerjakan oleh pihak ketiga tidak pernah dilakukan tugas monitoring tetapi dirinya mendapatkan SPPD sebesar Rp 600 ribu.
Dari ke-13 saksi ini hanya  saksi yang melakukan monitoring, yaitu saksi D. Tahapary dan saksi Semuel.
Untuk diketahui, dana DAK pendidikan tahun 2007 menurut petunjuk teknis atau juknis harusnya dilakukan secara swakelola, namun Pelupessy selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) perintahkan Kepala Sekolah (Kepsek) menunjuk pihak ketiga.
Perbuatan para terdakwa mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 906.614.622,79 untuk dana DAK pendidikan 2007 serta dari dana pendamping sebesar Rp 114.466.000, sehingga total kerugian keuangan negara adalah sebesar Rp 1.021.080.622,79. (S-24)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berita Lain